Minggu, Maret 27, 2016

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) SD MATA PELAJARAN IPA KELAS IV

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
     Setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Pendidikan yang diperoleh dapat terjadi baik secara formal, informal maupun non formal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan sekolah sering disebut dengan pendidikan formal, sebab sudah memiliki rancangan pendidikan berupa kurikulum tertulis yang tersusun secara jelas dan rinci.
Pendidikan di sekolah sebagian besar terjadi dalam kelas dan lingkungan sekolah, dan sebagian kecil terjadi di lingkungan masyarakat. Dalam pendidikan terdapat beberapa komponen penting. Dimana komponen-komponen tersebut saling berkaitan antara komponen satu dengan komponen yang lainnya. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi antara pendidik, peserta didik, alat / media dan lingkungan belajar. Dengan adanya interaksi yang baik antara pendidik, peserta didik, alat / media dan lingkungan belajar, maka tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Dalam hal ini guru dituntut aktif, kreatif dan inovatif serta mempunyai kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran.
     Pembelajaran  IPA dianggap mempunyai materi yang sulit karena terdapat banyak istilah latin. Sebagian besar guru dalam menyajikan pelajaran IPA kepada peserta didik menggunakan model pembelajaran dan metode yang monoton, tidak bervariasi. Padahal pembelajaran IPA seharusnya menarik dan memyenagkan bagi peserta didik, karena sebagian besar materi IPA terdapat disekitar peserta didik. Misalnya materi tentang tumbuhan, perkembangbiakan, gaya, magnet, lingkungan, panas dan lain sebagainya. Selain itu alat peraga / media pembelajaran IPA juga dapat ditemukan disekitar peserta didik. Kegiatan pembelajran IPA dapat diikuti secara aktif oleh peserta didik melalui eksperimen, pengamatan bahkan dengan penemuan. Disini bukan guru yang berceramah, bercerita, dan mendominasi kegiatan belajar, sehingga mampu menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar. Dengan demikian tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
       Tolok ukur keberhasilan guru adalah apabila peserta didik mampu memahami dan menguasai materi yang disampaikan yang diukur dari hasil tes baik tertulis maupun lisan untuk mendapatkan informasi dari hasil pembelajaran
     Seorang guru akan melaksanakan tindak lanjut setelah melaksanakan evaluasi baik pengayaan maupun remedial. Hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Dari hasil tes formatif mata pelajaran IPA kelas IV tentang menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya, hanya 5 dari 22 peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar hanya 23 %.
     Berdasarkan  data di atas penulis ingin meningkatkan pemahaman peserta didik tentang materi pelajaran dengan melakukan perbaikan pembelajaran melalui PTK ( Penelitian Tindakan Kelas ) yang dilaksanakan dengan teman sejawat dan supervisor.

B.  Identifikasi Masalah.
Dari  hasil tes formatif mata pelajaran IPA kelas IV tentang menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya hanya 5 peserta didik dari 22 peserta didik yang mencapai tingkat pemahaman dan penguasaan materi 70 % keatas. Dari data tersebut ternyata selama proses pembelajaran berlangsung terlihat peserta didik kurang memperhatikan, kurang termotivasi untuk belajar, tidak mau bertanya pada guru dan sulit menangkap pelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh diatas tersebut, peneliti akan memperbaiki proses pembelajaran melalui PTK untuk meningkatkan pemahaman materi dan motivasi serta hasil belajar peserta didik.
Untuk mengidentifikasi permasalahan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan, peneliti minta bantuan teman sejawat dan supervisor. Dari hasil pengamatan teman sejawat dan supervisor ditemukan beberapa permasalahan yaitu :
1.    Kurangnya motivasi peserta didik untuk belajar.
2.    Peserta didik kurang memperhatikan penjelasan guru.
3.    Peserta didik tidak mau bertanya kepada guru.
4.    Peserta didik sulit menangkap materi pelajaran.
5.    Pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap materi rendah.

C.  Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar peneliti lebih terarah dan diharapkan masalah yang dikaji lebih mendalam, perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Metode pembelajaran yang akan digunakan dalam peneltian ini adalah model menemukan ( Discovery Learning).
2.        Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dibatasi pada keaktifan peserta didik untuk ikut terlibat dalam menguasai materi pokok menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya.
3.        Materi IPA dibatasi pada pokok bahasan menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya kelas IV.

D.  Rumusan Masalah          
Berdasarkan identifikasi masalah dan hasil analisis yang dilakukan peneliti serta masukan teman sejawat dan bantuan supervisor maka ditemukan rumusan masalahnya yaitu :
1.    Bagaimanakah upaya meningkatkan keaktifan peserta didik pada pembelajaran IPA melalui penggunaan model menemukan ( Discovery Learning) di kelas IV SD Negeri Cilibur 01  semester I tahun pelajaran 2014/2015?
2.    Bagaimanakah peningkatan kemampuan peserta didik pada pembelajaran IPA melalui penggunaan model menemukan ( Discovery Learning) di kelas IV SD Negeri Cilibur 01  semester I tahun pelajaran 2014/2015
3.    Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar peserta didik pada pembelajaran IPA melalui penggunaan model menemukan ( Discovery Learning) di kelas IV SD Negeri Cilibur 01  semester I tahun pelajaran 2014/2015?

E.  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain :
1.    Untuk meningkatkan keaktifan peserta didik pada pembelajaran IPA melalui penggunaan model menemukan ( Discovery Learning) di kelas IV SD Negeri Cilibur 01  semester I tahun pelajaran 2014/2015.
2.    Untuk mengetahui peningkatan kemampuan peserta didik pada pembelajaran IPA melalui penggunaan model menemukan ( Discovery Learning) di kelas IV SD Negeri Cilibur 01  semester I tahun pelajaran 2014/2015.
3.    Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada pembelajaran IPA melalui penggunaan model menemukan ( Discovery Learning) di kelas IV SD Negeri Cilibur 01  semester I tahun pelajaran 2014/2015.

F.   Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat baik bagi peneliti, peserta didik maupun sekolah.
1.    Manfaat bagi peneliti :
a.    Dapat memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya.
b.    Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.    Dapat memperbaiki kinerja.
d.   Dapat menambah rasa percaya diri.
2.    Manfaat bagi peserta didik :
a.    Motivasi belajar peserta didik meningkat.
b.    Meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar.
c.    Meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
d.   Merangsang peserta didik untuk mengungkapkan ide.
e.    Prestasi belajar peserta didik meningkat.
3.    Manfaat bagi sekolah :
a.    Memotivasi guru lain untuk melaksanakan model pembelajaran yang bervariasi.
b.    Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
c.    Meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Landasan Teoretis
Penyelenggaraan kegiatan belajar di sekolah hendaknnya berorientasi pada perkembangan peserta didik. Hal ini dikarenakan anak pada tingkat usia sekolah dasar memiliki karakteristik tersendiri. Menyimak pendapat Bredkamp (1087) konsep “Developmental appropiateness” menunjukkan bahwa pendekatan pengajaran yang berorientasi pada perkembangan anak itu mempunyai dua dimensi pemahaman. Pertama adalah dimensi umur (age aprropriate) dan yang kedua adalah dinmensi individual (individually aprropriate).
Dengan memahami dimensi umur peserta didik, guru dalam menyelenggarakan itu tidak akan pernah bisa mengabaikan aspek perkembangan peserta didik. Misalnya diakui Bredkamp bahwa : hasil pendidikan mengenai perkembangan mannusia itu memperlihatkan hal yang berlaku umum (universal), yakni adanya perkembangan yang dapat diramalkan mengenai pertumbuhan (grounth) dan perubahan (cange) yang terjadi terutama selama usia 9 tahun pertama. Perubahan yang bisa diramalkan itu menyangkut kognitif. Pemahaman tentang keunikan perkembangan peserta didik dalam rentang waktu (umur) tersenut selayaknya menjadi acuan atau dasar filosofis  setiap pelayanan program pengajaran yang disediakan guru. Guru sepatutnya mampu mempersiapkan dan menyediakan lingkungan belajar dan pengalaman belajar yang benar – benar appropriate (layak, pantas, cocok, padat atau tepat) dengan perkembangan anak.
Belajar merupakan hasil interaksi antara pikiran dan pengalaman anak dengan bahan, gagasan, dan orang lain haruslah cocok (matched) dan menantang (challenging) minat dan pemahaman peserta didik. Hal tersebut tentu saja memberi tuntutan kepada guru untuk dapat menciptakan lingkungan belajar yang dapat menampung semua kebutuhan peserta didik. Kaitannya dengan pembelajaran matematika guru dituntut untuk merancang dan mampu melaksanakan strategi belajar yang tepat.
Seiring terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi  yang terlalu banyak dan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua, apalagi menerapkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran bidang studi dalam kelas. Keadaan ini berlaku juga dalam pembelajaran IPA.
IPA SD bukan hanya sekedar mengetahui materi ke-IPA-an yang bersifat hafalan, tetapi pengajaran yang memberikan konsep dalam mengembangkan cara berfikir yang sehat berdasarkan kaidah-kaidah IPA. Dalam mempelajarinya tidaklah semua dapat dijelaskan dengan kalimat namun harus melalui kegiatan pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala yang ada di lingkungan sekitar.Kegiatan ini meliputi pembentukan konsep-konsep yang dihasilkan melalui pengabstraksian dari kesamaan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman.
   Peran guru dalam upaya membangun konsep peserta didik sangat diperlukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.Untuk dapat menciptakan out put yang cakap dan handal, profesi guru harus mau menggali dan mengimplementasikan model pembelajaran. Model pembelajaran harus mampu melibatkan peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara bermakna, menunjukkan keterkaitan konsep-konsep atau gagasan-gagasan antar peserta didik dalam mengkonstruksikan pengetahuan dan mengaitkan gagasan peserta didik, hal tersebut sesuai dengan pandangan konstruktivisme.
   Menurut rujukan konstruktivisme, setiap orang yang belajar sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri. Keberhasilan belajar peserta didik tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal peserta didik. Dalam belajar melibatkan pembentukan makna oleh peserta didik dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. ( West dan Pines, 1985 ). Pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke peserta didik, namun secara aktif dibangun peserta didik melalui pengalaman nyata mereka. Senada dengan pernyataan ini, belajar IPA merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari peserta didik ( Piaget dalam Dohar,1996 ), sehingga pesan guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar peserta didik.
     Pembelajaran IPA harus dirancang sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Rancangan pembelajaran disebut juga model pembelajaran. Model pembelajaran dapat digunakan sebagai suatu rencana atau kerangka untuk merancang mekanisme pengajaran yang bermakna. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut.Maka agar pembelajaran IPA menjadi bermakna, diperlukan adanya konteks ekologi konsepsi yang sesuai, misalnya rasa tidak puas pada anak atas gagasan yang dimilikinya, gagasan baru yang dapat dimengerti ( intelligible), konsepsi baru yang masuk akal (phosible) dan konsepsi baru yang bermanfaat ( fruitfull).
   Seperti tertulis pada awal paragraf bahwa, dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah ( Dohar, 1986:160 ). Oleh karena itu, setiap peserta didik akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh, apabila pengetahuan tersebut dari upaya mengkonstruksi sendiri. ( Mc Namara dan Healy, 1995 ).
   Belajar melalui pengalaman ( learning by doing ) dalam bentuk eksplorasi dan memanipulasi akan menjadikan sesuatu yang dipelajari diingat untuk waktu yang lama (Long term memory). Dan khususnya bagi anak-anak usia sekolah dasar, sesuai dengan tahap perkembangannya. Mereka lebih mudah memahami sesuatu fenomena melalui pengalaman kongkrit, dibandingkan hanya mendengar dari guru atau membaca materi pelajaran.
     Dari beberapa uraian di atas peneliti berpendapat bahwa untuk lebih memudahkan pemahaman peserta didik dalam pelajaran IPA, peneliti menggunakan model pembelajaran penemuan ( Discovery learning ). Adapun pengertian model pembelajaran penemuan ialah suatu rencana atau kerangka yang dapat digunakan untuk merancang mekanisme pengajaran yang bermakna dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik itu sendiri.Agar belajar peserta didik menjadi bermakna maka, diperlukan adanya konteks ekologi konsepsi yang sesuai, misalnya rasa tidak puas pada anak atas gagasan yang dimilikinya, gagasan baru yang dapat dimengerti ( intelligible), konsepsi baru yang masuk akal (phosible) dan konsepsi baru yang bermanfaat ( fruitfull).
   Model pembelajaran menemukan ( Discovery Learning ) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungan fisik ataupun sosialnya. Peserta didik berkesempatan untuk mengungkapkan gagasannya secara eksplisit dengan menggunakan bahasa peserta didik sendiri, berbagai gagasan dengan temannya, dan mendorong peserta didik memberikan penjelasan tentang gagasannya. Melalui pengalamannya peserta didik dapat berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi teori dan modul, dan mengenalkan gagasan-gagasan SAINS pada saat yang tepat. Kegiatan mencoba-coba gagasan baru dapat mendorong peserta didik untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru, hingga akhirnya memotivasi peserta didik untuk menggunakan berbagai strategi belajar secara mandiri. Disamping itu, lingkungan belajar yang kondusif dapat mendorong peserta didik mengungkapkan gagasan, saling menyimak dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. Jadi dengan model pembelajaran discovery ini guru hanya membantu peserta didik dan bertugas menciptakan suatu konflik terhadap peserta didik untuk mengungkapkan atau mengemukakan gagasannya, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan eksperimen, observasi atau membaca melalui interaksi sosial.
     Adapun menurut Brunner model pembelajaran penemuan dianggap sesuai dengan hakiki manusia yang mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif, memecahkan masalah dan informasi yang diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna.
   Model pembelajaran penemuan dipandang sebagai suatu proses pembelajaran yang terjadi apabila siwa tidak diberikan dengan konsep atau teori, melainkan peserta didik sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan sehingga dapat menemukan konsep atau teori itu.Hal ini mensyaratkan peserta didik untuk menemukan hubungan-hubungan diantara informasi yang ada. Menurut Brunner, tujuan pembelajaran penemuan bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja melainkan untuk memberikan motivasi kepada peserta didik, melatih kemampuan berpikir intelektual, dan merangsang keingin tahuan peserta didik.
   Brunner mengemukakan bahwa proses pembelajaran di kelas bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup untuk suatu subyek keilmuwan tetapi untuk melatih peserta didik berpikir secara kritis untuk dirinya, mempertimbangkan hal-hal yang ada disekelilingnya, dan berpartisipasi secara aktif  didalam proses mendapatkan pengetahuan. Disini jelas bahwa proses pembelajaran yang dianjurkan oleh Brunner merupakan proses pembelajaran dimana peserta didik secara aktif mencari sendiri pengetahuan yang diinginkan.
   Satu ciri utama dari proses pembelajaran penemuan ini adalah keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa seorang guru terbebas dari pemberian bimbingan terhadap peserta didik saat diberikan masalah yang harus dipecahkan. Secara singkat, Brunner memberikan tiga ciri utama pembelajaran penemuan, yaitu :
a.    Keterlibatan peserta didik dalam proses belajar.
b.    Peran guru adalah sebagai seorang penunjuk dan pengarah bagi peserta didiknya yang mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampai informasi.
c.    Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.
Dengan demikian, melalui model pembelajaran menemukan ( Discovery learning ) proses belajar mengajar dapat terjadi secara baik. Dalam proses pembelajaran menemukan ini, akan terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, maupun peserta didik dengan lingkungan secara aktif. Oleh karena itu, pemahaman peserta didik lebih optimal dan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.


B.  Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dilakukan oleh Yupita (2012) yang berjudul “Penerapan Model Discovery Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar” yang menghasilkan menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model discovery dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa serta hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang diperoleh pada tiap siklusnya. Pada siklus I, aktivitas guru mencapai 78,57%, aktivitas siswa 66,07%, dan hasil belajar siswa 63,89%. Pada siklus II, aktivitas guru mencapai 83,9%, aktivitas siswa 78,6%, dan hasil belajar siswa 77,77%. Dan pada siklus III, aktivitas guru mencapai 91,07%, aktivitas siswa 87,5%, dan hasil belajar siswa 94,44%. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran discovery yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS pada materi perkembangan teknologi dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Surabaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2013) dengan judul “Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran IPA di SD Negeri 01 Putatsari Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013” dengan hasil siklus I keaktifan belajar siswa 52,78%. Sedangkan siklus II terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa menjadi 86,67%. Ditinjau dari hasil penelitian, maka penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan materi perubahan kenampakan bumi. Dengan demikian, guru dapat menggunakan model Discovery Learning sebagai inovasi model pembelajaran untuk meningkatkan kesktifan belajar siswa dan hasil belajar siswa.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sulbani (2014) berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA dengan Pendekatan Discovery Learning pada Siswa Kelas IV MI Muhammadiyah Nogosari Girimulyo Kulon Progo Yogyakarta” menghasilkan proses pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning di MI Muhammadiyah Nogosari pada materi perubahan penampakan pada bumi dan benda langit dilaksanakan dengan menggunakan penalaran, menyusun bukti, menjelaskan, memecahkan masalah, dan mengkomunikasikan gagasan sesuai materi, kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan Discovery Learning dapat meningkatkan prestasi siswa kelas IV MI Muhammadiyah Nogosari dengan peningkatan rata-rata sebanyak 20,00, nilai tersebut didapat dari rata-rata sebelum pembelajaran Discovery Learning 58,57, dan nilai rata-rata sesudah pembelajaran Discovery Learning 78,57 dengan demikian pendekatan Discovery Learning dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar di MI Muhammadiyah Nogosari.

C.  Kerangka Berpikir
                        Dari kajian teori yang peneliti paparkan di atas,dapat peneliti garis bawahi bahwa untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran IPA model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran penemuan ( Discovery Learning ). Dalam proses pembelajaran penemuan dapat terjadi interaksi yang baik antara pendidik, peserta didik dan lingkungan. Dengan demikian pemahaman peserta didik dapat meningkat dan tujuan pembelajaran tercapai. Hal ini dikarenakan peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran, memecahkan masalah dan memperoleh informasi yang diinginkan, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna.


Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan pada skema di bawah ini.
















D.  Hipotesis Tindakan
     Setelah melalui kajian teori dan kerangka berpikir diatas, dapat peneliti rumuskan bahwa penggunaan model pembelajran penemuan ( Discovery Learning ) dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya pada materi pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran penemuan terjadi interaksi aktif antar komponen pendidikan dalam proses pendidikan.
  

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
                        Penelitian Tindakan Kelas Mata Pelajaran IPA Kelas IV Semester I di SD Negeri Cilibur 01 dengan Judul “Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Peserta Didik pada Pembelajaran IPA Melalui Model Discovery Learning di Kelas IV SD Negeri Cilibur 01 Semester I Tahun Pelajaran 2014/2015”, menghasilkan simpulan sebagai berikut :
1.      Penggunaan model pembelajaran penemuan dalam pelajaran IPA sangat penting karena dapat membantu peserta didik dalam berpikir secara konkret. Hal ini terbukti dari 22 peserta didik sebanyak 20 peserta didik yang tuntas dalam pembelajaran atau 90,91%.
2.      Dengan melakukan percobaan dapat memudahkan peserta didik memahami materi dan mengingatnya kembali.
3.      Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan beberapa percobaan dapat menarik minat peserta didik dan peserta didik termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh sehingga peserta didik benar-benar aktif dalam belajar.
4.      Dengan menggunakan model pembelajaran penemuan pada proses pembelajaran maka hasil prestasi belajar peserta didik lebih meningkat.


B.  Saran
                        Berdasarkan kesimpulan dari kegiatan PTK yang telah dilaksanakan, ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPA yaitu :
1.    Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran penemuan, hendaknya lebih ditingkatkan lagi, karena dapat melatih kreatifitas dan keberanian peserta didik dalam mengungkapkan pendapatnya.
2.    Guru hendaknya lebih banyak memberikan kesempatan peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran karena hal ini dapat mempermudah pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran.
3.    Guru hendaknya selalu berusaha meningkatkan pengetahuannya dengan cara membaca buku-buku yang berkaitan dengan pelajaran IPA agar tidak tertinggal dengan perkembangan pengetahuan yang terjadi sekarang ini sehingga lebih variatif dalam setiap melaksanakan proses pembelajaran IPA.